Rabu, 12 November 2008

SIAPAKAH KAU KEKASIHKU

SIAPAKAH KAU KEKASIHKU

Kekasihku….

M

ungkin ini kali terakhir aku menyapamu dengan sebuah pesan yang pendek. Setelah lebih dari tujuh tahun kita bersama dalam kebekuan yang hampa, pengap dan tanpa cahaya meski itu dari seekor kunang-kunang. Aku berharap kau dapat memaklumi dan melepaskanku karena memang tak mudah untuk kita terus berjalin.

Kau tahu dimasa-masa itu sungguh sulit bagiku untuk mengerti dirimu. Bahkan perjumpaan itu sungguh diluar dugaanku. Sungguh setelah aku menyadarinya, aku seperti terperangkap dalam selongsong meriam yang tak mungkin lagi mengeluarkan amunisi karena memang sudah lapuk dan hanya sebagai pajangan disudut museum.

Tidak hanya itu, aku sungguh belajar keras siang malam, kucoba membaca banyak buku, bahkan syair-syair suci dari seorang yang agung atau mantra-mantra para ahli voodoo, semata-mata supaya aku dapat lepas dari cengkramanmu.

Aku berharap kau mau mengikhlaskan kepergianku dan memaafkan segala kesalahanku. Setidaknya sebagai mahluk, karena Allah saja akan memaafkan segala dosa orang-orang yang masih mau bertobat kepadaNya.

Wahai kekasihku…..

Sunguh aku tidak bisa berkata kasar kepadamu. Bahkan untuk memanggilmu anjing ketika kau sedang mencumbui anak baru disebelah kamar kosku dua tahun lalu. Kau coba berikan padanya cintamu yang palsu dengan segala keindahan lekuk tubuhmu yang membuat semua lelaki bersimpuh dan terpenjara bahkan untuk meringkuk ditempat peraduan sambil menciumi ketiakmu, sama seperti kau perlakukan itu padaku.

Harus ku anggap apa kau ini, karena akupun tak tahu kau anggap apa aku selama ini. Kupikir cintamu sangat besar dan luas, sampai-sampai kau tidak cukup menggelayutiku tiap malam. Hingga kutahu pada malam yang sama kau gelayuti juga semua teman kosku. Kau sungguh candu. Meski sebesar apapun usahaku untuk menjauhimu masih juga tersisa dalam pojok hatiku untuk merindukanmu dalam malam-malam yang lain. Sampai tak habis-habisnya kau rayu aku hingga aku bersaksi bahwa “Aku cinta padamu”.

Aku sama sekali tidak membencimu. Karena bagaimanapun kau adalah aktor yang harus ada dalam kehidupan ini. Bukankah tidak baik membenci pada sesama mahluk. Karena bagaimanapun setan juga tak mau dibenci. Ini hanya masalah waktu. Hanya aku ingin benar-benar hidup normal. Jauh dari hidup kesia-siaan.

Aku sungguh tidak mengerti, mengapa selama bersamamu aku tidak menemukan kenyamanan sedikitpun. Ingat, aku tidak menyatakan hidup bersama denganmu. Karena sesungguhnya aku seperti terjebak oleh perangkapmu. Kau yang mendekatiku lebih dulu, memperkenalkan diri dan aku laksana penari yang sakaw oleh degup musik malam. Namun tidak sedikit juga aku mengagumimu. Khususnya saat kau dengan segala keikhlasanmu menyerahkan semua kegairahanmu. Bahkan masih kurasakan saat aku terbangun.

Kadang aku bertanya kepada diri sendiri, mengapa juga aku harus mengenalmu. Merasakan cintamu berarti memotong sendiri jatah waktu yang diberikan olehNya. Dan kau tahu itu laksana bermain judi. Tidak ada pemenang dalam permainan itu, yang ada hanyalah kenistaan dan kesenangan yang semu. Karena itulah aku selalu berusaha dan memohon agar kau meninggalkanku segera.

Pernah suatu hari kau meninggalkanku tanpa kutahu apa sebabnya. Beberapa hari tanpamu laksana berada diserambi surga, apalagi saat itu kurasakan wangi angin surga yang masuk lewat hidung dan akhirnya kurasakan nyaman adanya. Karena kepergianmu itulah aku jadi mengenal hidup yang sebenarnya. Kehidupan normal yang aku yakin akan didambakan oleh setiap manusia. Juga karena kepergianmulah aku mengenal sesosok manusia dengan cintanya yang hangat. Aku yakin cintanya akan membawaku pada kehidupan yang berprestasi. Maka aku minta maaf kepadamu. Namun seperti biasanya saat aku sedang asyik mencumbuinya kau selalu datang tanpa mengetuk pintu kamarku. Dan kejadian selanjutnya adalah sesuatu yang sangat memalukan. Tapi laksana sepasang suami istri, kejadian itu menjadi drama yang biasa bahkan nyaris wajib untuk dilakukan. Dan akhirnya kegairahanmulah yang memenangkanya.

Aku tidak tahu, apakah tuhan menciptakanku untuk selalu bersamamu. Apakah kau adalah takdir hidupku. Sungguh menyedihkan. Selama lebih dari tujuh tahun hidup dalam kenisbian. Aku jadi suka berbohong. Tepatnya berbohong dengan diri sendiri dan ini yang paling menyakitkan. Karena bagaimanapun ini laksana sebuah diskusi atau perdebatan. Namun lawanya adalah diriku sendiri. Kuharap kau mau mengerti satu hal, bahwa selama aku dalam pengawasan ibuku ia selalu memberi peringatan kepadaku untuk tidak pernah berbohong kepada siapapun. Bahkan kepada dirimu. Sampai-sampai kau tahu jumlah tahi lalat yang menempel ditubuhku. Tapi sebaliknya, lewat lubang-lubang kelemahanku kau menghembuskan racun yang aku tidak tahu namanya sampai seluruh isi perutku muncrat.

Aku tak pernah berhenti berharap bahwa suatu hari nanti kau akan melepaskan cengkramanmu itu. Ya… hanya berharap yang aku bisa. Karena kau sangat lembut. Kau seperti asap rokok yang kusemburkan setelah kunikmati racunya. Namun hanya dalam hitungan detik kuhirup dan kusemburkan lagi, dan begitu seterusnya.

Kau juga menjadikan inspirasiku mandek. Menjadikan waktu-waktu hidupku terasa mandul. Namun sekali lagi aku tidak membencimu. Dan kau tahu aku tidak pernah berbohong, bukan?. Kukatakan ini karena memang hatimu lembut. Aku tidak mau menyakitimu hanya karena ucapanku.

Kau tahu, hanya karena masalah ini kepalaku rasanya ingin pecah. Karena entah dengan cara apa aku memberitahumu supaya kau tahu bahwa aku bukan lagi anak muda yang hidup hanya dengan hura-hura. Kulihat usiaku sudah mencapai tahap kedewasaan. Dan itu artinya sudah waktunya bagiku untuk serius memikirkan masa depan. Karena kelak bukan hanya satu nasib yang ada ditanganku, tapi berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus mungkin, kau tahu itu kan… ?!

Aku tahu perasaanmu sangat halus. Aku juga tahu betapa besar cintamu padaku. Tapi maaf, aku tidak bisa menerimamu. Tidak dulu, juga saat ini. Ini bukan cinta yang sehat. Tapi lebih dari suatu yang tidak berguna.

Aku bersyukur pada Allah karena akhirnya pada hari ini kau sadar juga. Lewat tulisanmu yang sulit dibaca ini, kau katakan betapa besar cintamu padaku. Serta seribu kata cinta lainya, mungkin. Namun tidak pada akhirnya. “Kau mulai lemah wahai kekasihku,” katamu. “kau tahu cintaku tak akan pernah terpuaskan oleh satu atau dua orang saja. Aku selalu haus dengan hasrat para perjaka atau pada siapapun yang mengharapkan kenisbian dalam hidupnya. Namun aku yakin, bahwa Allah menciptakan manusia bukan dengan maksud kesiasiaan. Melainka untuk sebuah maksud yang besar yaitu menjadi pemimpin dimuka bumi ini. Dan takdir itulah yang sulit bagiku. Karena itu aku akan selalu kembali menemuimu disaat kau memerlukanku. Karena bagaimanapun kutahu kau tidak akan pernah melupakanku”.

Yogyakarta, 3 Oktober 2004

NurAdjie Abdulloh S.

Tidak ada komentar: